Jumat, 27 Januari 2012

Cerita Mini Untuk Gua Lo

Mengayuh sepeda di bawah sinar matahari sore. Dan angin yang berhembus menerpa wajahnya. Dalam senandung kecil lagu lama. Pikirannya mengenang mereka.
“Ray, apa kabar lo di sana? Udah jadi drummer ternama. Sekali gua liat perform lo di salah satu tv swasta dengan rambut gondrong dan poni lempar yang lo jaga sejak masih remaja. Muka lo masih baby face aja, ngiri gua!”
“yel, gi mana study lo di inggris sana? Anak teater yang rajin olos kuliah ini, gak disangka bias lanjut ambil master di sebrang samudra. Masih suka bola pasti kan lo? Udah berapa kali nonton live? Jangan lupa oleh-oleh pesanan gua!”
“vin, partner in crime gua, ga kangen apa lo sama ide-ide jail kita? Masih sempatkah lo bikin jebakan batman di sana?”
“Seandainya bareng gua, pasti kita sekarang lagi ketawa dibalik naasnya korban kesekian ratus kita deh..”
“lo sekarang sering terbang ke mana-mana bawa nama Indonesia.”
“Emang mata sipit lo itu berkuasa, bikin lo jago ngerangkai mesin-mesin, bikin lo dibutuhin di perusahaan ternama. Hebat!”
“Rio, ah lo dari dulu gak pernah punya kabar yang jelas. Sehari di pulau Jawa. Besoknya udah mengembara ke papua.”
“masih suka gigitaran dari café ke café juga kah lo? Hidup bebas tanpa beban. Tak peduli orang. Tetap berjalan dengan prinsip yang lo pegang.”
“kadang gua khawatir sama lo yo, tapi kadang gua kesel. Lo tuh ya, dikasih perhatian malah diacuhin, gak diperhatiin malah bikin orang was-was.”
“tapi gua bangga sama sahabat gua yang satu ini. Tanpa menggurui, lo membuat gua berpikir dan belajar banyak hal. Thaks yo!”
Kaki jenjang berbalut celana selutut dan sepatu kanvas itu berhenti mengayuh. Tepat di depan sebuah bangunan.
Rumah kos mereka dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar