Minggu, 01 April 2012

Belajar Anti Korupsi dari Para Sahabat


Saatnya Pejabat Belajar Anti Korupsi dari Para Sahabat



















Ma’asyiral muslimin arsyadanaallahi wa iyyakum
Apabila memperhatikan kehidupan zaman yang kian mendekati akhir ini, semakin terasa bahwa manusia selalu disibukkan dengan urusan dunia. Mereka hanya memenuhi kebutuhan fisik dan kepuasan dunia semata.
Memang bekerja dalam islam itu diharuskan untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Akan tetapi, hal penting yang harus dikerjakan manusia adalah beribadah kepada Allah sebagai pemenuhan kebutuhan di akhirat kelak. Ibadah itu dilakukan oleh umat muslim entah itu kaya atau miskin. Tidak ada batasan status dalam beribadah, begitu juga para pejabat.
Jika kita lihat, kehidupan para pejabat enak sekali. Semuanya serba ada. Sudah difasilitasi Negara. Diberi rumah bagus, mobil mewah, kursi empuk, gaji melimpah. Apa yang kurang coba? Sedangkan di luar sana banyak rakyat miskin yang kelaparan, tidak punya rumah, menderita gizi buruk, tidak bisa bersekolah karena tidak mempunyai biaya.
Pejabat yang sudah mendapatkan kemewahan sedemikian mudahnya, ternyata mereka belum juga puas. Ketika diberi amanat untuk suatu proyek pembangunan gedung atau jalan, ini menjadi peluang bagi mereka untuk korupsi. Untuk apa uang sebanyak itu? Apa gajinya sudah tidak cukup lagi? Padahal pejabat yang melakukan korupsi itu adalah seorang muslim. Seharusnya pejabat itu meneladani sikap sahabat Rasulullah dalam kepemimpinannya menjalankan amanat.
Ma’asyiral muslimin arsyadanaallahi wa iyyakum
Dalam riwayat dikisahkan tentang sikap Umar ibn al-Khathab yang pada saat itu menjadi penguasa negara Islam dalam melaksanakan praktik-praktik kesederhanaan hidup. Umar memakai pakaian bertambal yang sulit membedakannya secara fisik dengan gaya hidup masyarakat umum yang dipimpinnya. Beliau pun pantang menikmati kelezatan makanan jika kebanyakan rakyatnya belum merasakannya.
Pada suatu hari, Umar menerima bingkisan makanan dari pembesarnya di daerah. Kepada utusan itu, Umar menanyakan, ”Apa ini?”
”Makanan ini biasa dibikin oleh penduduk Azerbaijan,” Ujar utusan itu, ”dan sengaja dikirim untuk Anda dari ‘Atabah ibn Farqad (Gubernur Azerbaijan).”
Umar mencicipinya dan rasanya enak sekali. Beliau bertanya lagi kepada utusan tersebut, ”Apakah seluruh kaum Muslim di sana menikmati makanan seperti ini?”
”Tidak, makanan ini hanya untuk golongan tertentu.” Jawab utusan itu.
Umar menutup kembali wadah makanan itu dengan rapi, kemudian bertanya pada utusan,
”Di mana untamu? Bawalah kembali kiriman ini serta sampaikan pesan Umar kepadanya,
‘Takutlah kepada Allah dan kenyangkanlah kaum Muslim terlebih dahulu dengan makanan yang biasanya kamu makan’,”
Sebagai khalifah, Umar pun dikenal sangat menekankan prinsip kesederhanaan terhadap pejabat bawahannya. Khuzaymah ibn Tsabit berkata, ”Jika Umar mengangkat seorang pejabat, ia akan menuliskan untuknya perjanjian dan akan mensyaratkan kepada pejabat itu untuk: tidak mengendarai kuda (yang pada waktu itu menjadi kendaraan mewah); tidak memakan makanan yang berkualitas tinggi; tidak memakai baju yang lembut dan empuk; dan tidak pula menutup rumahnya bagi orang-orang yang membutuhkan dirinya. Jika itu dilakukan, ia telah bebas dari sanksi.”
Ma’asyiral muslimin arsyadanaallahi wa iyyakum
Begitu agungnya akhlak para sahabat. Beginilah yang seharusnya dicontoh para pejabat-pejabat Indonesia. Tindakan korupsi adalah riba. Hartanya tidak halal. Mereka memakan harta yang tidak sah karena hasil curian. Suatu bentuk kezaliman karena mereka menganiaya seluruh rakyat Indonesia. Rakyat miskin seharusnya mendapat beras, tidak bisa makan, mereka kelaparan karena uangnya sudah dikorupsi. Mereka yang seharusnya bisa sekolah gratis menjadi tidak bisa karena biaya yang akan digunakan telah dikorupsi. Allah Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertkwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Ali ‘Imran: 130)
Selain ayat itu, dalam hadits dikatakan bahwa Rasulullah bersabda,
“Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, yang mewakilinya, penulisnya, kedua saksinya mereke semua berdosa.” (Hadits Riwayat Muslim).
Setiap kejahatan pasti akan terbongkar karena Allah adalah Maha Adil. Tertangkapnya skandal korupsi pejabat masa lalu seharusnya bisa menjadi pelajaran yang berarti bagi pejabat selanjutnya. Bukan malah meneruskan tindakan korupsi tersebut. Setiap perbuatan pasti ada balasannya. Meskipun orang lain tidak tahu, tetapi yakinlah bahwa Allah Ta’ala mengetahui segala apa yang kita lakukan termasuk kasus suap/korupsi.
Sudah saatnya Indonesia menerapkan sanksi yang tegas bagi para pelaku koruptor. Dalam sistem sanksi Islam untuk para koruptor, seperti yang disebutkan Abdurrahman al-Maliki dalam Nizham al ‘Uqubat, yaitu dapat dikenai hukum ta’zir 6 bulan hingga 5 tahun. Apabila jumlah yang dikorupsi dapat membahayakan ekonomi negara, maka koruptor tersebut dapat dijatuhi hukuman mati.
Yang pasti para koruptor sebenarnya  telah menggadaikan nuraninya. Bila ingin mendapatkan nuraninya kembali ia harus mengembalikan semua hasil korupsinya. Jika nurani tidak kembali, nauzubillah!

Ma’asyiral muslimin arsyadanaallahi wa iyyakum
Imam Malik dalam Al-Muwattha’ meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mengirim ‘Abdullah ibn Rawahah berangkat ke Khaibar (daerah Yahudi yang tunduk pada kekuasaan Islam) untuk memungut kharaj dari hasil tanaman kurma mereka. Rasulullah SAW telah memutuskan hasil bumi Khaibar dibagi menjadi dua; separo untuk kaum Yahudi sendiri yang mengolahnya dan separonya lagi diserahkan kepada kaum Muslimin.
Ketika ‘Abdullah ibn Rawahah menjalankan tugasnya, orang-orang Yahudi mendatangi beliau. Mereka mengumpulkan perhiasan istri-istri mereka dengan niat untuk menyogok. Mereka berkata, ”Ini untukmu dan peringanlah pungutan yang menjadi beban kami. Bagilah kami lebih dari separo.”
‘Abdullah ibn Rawahah kemudian menjawab, ”Hai orang-orang Yahudi, dengarkanlah! Bagiku, kalian adalah makhluk yang dimurkai oleh Allah. Aku tidak akan membawa perhiasan itu dengan harapan aku akan meringankan (pungutan) yang menjadi kewajiban kalian. Suap yang akan kalian berikan ini sesungguhnya merupakan suht (harta haram). Sungguh, kami tidak akan memaka
Berdasarkan cerita tersebut, kita bisa mengambil pelajaran yang berharga ketika diberi sebuah amanah. Kita harus menjaganya baik-baik. Jangan sampai kita mengabaikan amanah hanya karena diiming-imingi harta. Mudah-mudahan Allah member kita kekuatan ketika ada orang yang menyuap sehingga kita tetap teguh dalam menjalankan amanah.
[Khutbah  Kedua]

Ma’asyiral  muslimin  rahimakumullah,
Pentingnya pejabat negeri ini meneladani akhlak kepemimpinan dari para sahabat sudah jelas berdasarkan riwayat yang telah dikemukakan. Tetapi Allah akan murka kepada orang yang hanya mengetahui saja, namun tidak mau mengamalkan. Bekerja sebagai pejabat jangan hanya sekedar mengharapkan gaji. Tetapi niatkan semua itu karena Allah. Mengemban amanah dari Allah. Ingatlah bahwa uang yang dikelola itu adalah uang milik bersama, seluruh rakyat Indonesia. Kita tidak boleh egois hanya memikirkan diri kita sendiri. Kita boleh tolong menolong tetapi bukan dalam hal suap-menyuap.Allah Ta’ala berfirman,
“Dan tolong-menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Al –Maidah: 2).
Lebih lanjut Allah berfirman,
“Dan tidak (dinamakan) kehidupan dunia melainkan permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan dan sesungguhnya negeri akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Mengapa kalian tak menggunakan akal?” (Al-An’am: 32).
Jamaah  Jum’at  rahimakumullah,
Demikianlah kiranya yang bisa kami sampaikan. Mudah-mudahan pejabat negeri ini bisa belajar anti korupsi dari para sahabat. Kita jangan terlalu terpesona dengan kemewahan persoalan duniawi. Karena persoalan duniawi itu akan ditinggalkan setelah mati. Menjalankan amanah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, kita membutuhkan kerja keras, do’a, dan kesabaran kita atas kehendak dan takdir Allah. Dengan kesabaran inilah Allah akan mengangkat derajat seseorang. Firman Allah,


Dan kami jadikan diantara mereka sebagai imam-imam dalam agama ketika mereka bersabar. Dan mereka adalah orang-orang yang berkeyakinan dengan ayat-ayat Kami.
(Qs. As-Sajadah: 24).











Tidak ada komentar:

Posting Komentar