Saatnya
Pejabat Belajar Anti Korupsi dari Para Sahabat
Ma’asyiral
muslimin arsyadanaallahi wa iyyakum
Apabila memperhatikan
kehidupan zaman yang kian mendekati akhir ini, semakin terasa bahwa manusia selalu
disibukkan dengan urusan dunia. Mereka hanya memenuhi kebutuhan fisik dan
kepuasan dunia semata.
Memang bekerja dalam
islam itu diharuskan untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Akan tetapi, hal penting
yang harus dikerjakan manusia adalah beribadah kepada Allah sebagai pemenuhan
kebutuhan di akhirat kelak. Ibadah itu dilakukan oleh umat muslim entah itu
kaya atau miskin. Tidak ada batasan status dalam beribadah, begitu juga para
pejabat.
Jika kita lihat,
kehidupan para pejabat enak sekali. Semuanya serba ada. Sudah difasilitasi
Negara. Diberi rumah bagus, mobil mewah, kursi empuk, gaji melimpah. Apa yang
kurang coba? Sedangkan di luar sana banyak rakyat miskin yang kelaparan, tidak
punya rumah, menderita gizi buruk, tidak bisa bersekolah karena tidak mempunyai
biaya.
Pejabat yang sudah
mendapatkan kemewahan sedemikian mudahnya, ternyata mereka belum juga puas.
Ketika diberi amanat untuk suatu proyek pembangunan gedung atau jalan, ini
menjadi peluang bagi mereka untuk korupsi. Untuk apa uang sebanyak itu? Apa
gajinya sudah tidak cukup lagi? Padahal pejabat yang melakukan korupsi itu
adalah seorang muslim. Seharusnya pejabat itu meneladani sikap sahabat
Rasulullah dalam kepemimpinannya menjalankan amanat.
Ma’asyiral
muslimin arsyadanaallahi wa iyyakum
Dalam riwayat dikisahkan tentang sikap Umar
ibn al-Khathab yang pada saat itu menjadi penguasa negara Islam dalam
melaksanakan praktik-praktik kesederhanaan hidup. Umar memakai pakaian
bertambal yang sulit membedakannya secara fisik dengan gaya hidup masyarakat
umum yang dipimpinnya. Beliau pun pantang menikmati kelezatan makanan jika
kebanyakan rakyatnya belum merasakannya.
Pada suatu hari, Umar menerima bingkisan makanan
dari pembesarnya di daerah. Kepada utusan itu, Umar menanyakan, ”Apa ini?”
”Makanan ini biasa dibikin oleh penduduk
Azerbaijan,” Ujar utusan itu, ”dan sengaja dikirim untuk Anda dari ‘Atabah ibn
Farqad (Gubernur Azerbaijan).”
Umar mencicipinya dan rasanya enak sekali.
Beliau bertanya lagi kepada utusan tersebut, ”Apakah seluruh kaum Muslim di
sana menikmati makanan seperti ini?”
”Tidak, makanan ini hanya untuk golongan
tertentu.” Jawab utusan itu.
Umar menutup kembali wadah makanan itu
dengan rapi, kemudian bertanya pada utusan,
”Di mana untamu? Bawalah kembali kiriman ini
serta sampaikan pesan Umar kepadanya,
‘Takutlah kepada Allah dan kenyangkanlah kaum
Muslim terlebih dahulu dengan makanan yang biasanya kamu makan’,”
Sebagai khalifah, Umar pun dikenal sangat
menekankan prinsip kesederhanaan terhadap pejabat bawahannya. Khuzaymah ibn
Tsabit berkata, ”Jika Umar mengangkat seorang pejabat, ia akan menuliskan
untuknya perjanjian dan akan mensyaratkan kepada pejabat itu untuk: tidak
mengendarai kuda (yang pada waktu itu menjadi kendaraan mewah); tidak memakan
makanan yang berkualitas tinggi; tidak memakai baju yang lembut dan empuk; dan
tidak pula menutup rumahnya bagi orang-orang yang membutuhkan dirinya. Jika itu
dilakukan, ia telah bebas dari sanksi.”
Ma’asyiral
muslimin arsyadanaallahi wa iyyakum
Begitu agungnya akhlak para sahabat.
Beginilah yang seharusnya dicontoh para pejabat-pejabat Indonesia. Tindakan korupsi
adalah riba. Hartanya tidak halal. Mereka memakan harta yang tidak sah karena
hasil curian. Suatu bentuk kezaliman karena mereka menganiaya seluruh rakyat
Indonesia. Rakyat miskin seharusnya mendapat beras, tidak bisa makan, mereka
kelaparan karena uangnya sudah dikorupsi. Mereka yang seharusnya bisa sekolah
gratis menjadi tidak bisa karena biaya yang akan digunakan telah dikorupsi. Allah
Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang
beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertkwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Ali ‘Imran: 130)
Selain ayat itu, dalam hadits dikatakan bahwa Rasulullah
bersabda,
“Rasulullah melaknat
orang yang memakan riba, yang mewakilinya, penulisnya, kedua saksinya mereke
semua berdosa.” (Hadits Riwayat Muslim).
Setiap kejahatan pasti akan terbongkar
karena Allah adalah Maha Adil. Tertangkapnya skandal korupsi pejabat masa lalu
seharusnya bisa menjadi pelajaran yang berarti bagi pejabat selanjutnya. Bukan
malah meneruskan tindakan korupsi tersebut. Setiap perbuatan pasti ada
balasannya. Meskipun orang lain tidak tahu, tetapi yakinlah bahwa Allah Ta’ala
mengetahui segala apa yang kita lakukan termasuk kasus suap/korupsi.
Sudah saatnya Indonesia menerapkan sanksi yang tegas bagi
para pelaku koruptor. Dalam sistem sanksi Islam untuk para koruptor, seperti
yang disebutkan Abdurrahman al-Maliki dalam Nizham al ‘Uqubat, yaitu dapat
dikenai hukum ta’zir 6 bulan hingga 5 tahun. Apabila jumlah yang dikorupsi
dapat membahayakan ekonomi negara, maka koruptor tersebut dapat dijatuhi
hukuman mati.
Yang pasti para koruptor sebenarnya telah menggadaikan
nuraninya. Bila ingin mendapatkan nuraninya kembali ia harus mengembalikan
semua hasil korupsinya. Jika nurani tidak kembali, nauzubillah!
Ma’asyiral
muslimin arsyadanaallahi wa iyyakum
Imam Malik dalam Al-Muwattha’ meriwayatkan
bahwa Nabi Muhammad SAW pernah mengirim ‘Abdullah ibn Rawahah berangkat ke
Khaibar (daerah Yahudi yang tunduk pada kekuasaan Islam) untuk memungut kharaj
dari hasil tanaman kurma mereka. Rasulullah SAW telah memutuskan hasil bumi
Khaibar dibagi menjadi dua; separo untuk kaum Yahudi sendiri yang mengolahnya
dan separonya lagi diserahkan kepada kaum Muslimin.
Ketika ‘Abdullah ibn Rawahah menjalankan
tugasnya, orang-orang Yahudi mendatangi beliau. Mereka mengumpulkan perhiasan istri-istri
mereka dengan niat untuk menyogok. Mereka berkata, ”Ini untukmu dan peringanlah
pungutan yang menjadi beban kami. Bagilah kami lebih dari separo.”
‘Abdullah ibn Rawahah kemudian menjawab,
”Hai orang-orang Yahudi, dengarkanlah! Bagiku, kalian adalah makhluk yang
dimurkai oleh Allah. Aku tidak akan membawa perhiasan itu dengan harapan aku
akan meringankan (pungutan) yang menjadi kewajiban kalian. Suap yang akan
kalian berikan ini sesungguhnya merupakan suht (harta haram). Sungguh, kami
tidak akan memaka
Berdasarkan cerita tersebut, kita bisa
mengambil pelajaran yang berharga ketika diberi sebuah amanah. Kita harus
menjaganya baik-baik. Jangan sampai kita mengabaikan amanah hanya karena
diiming-imingi harta. Mudah-mudahan Allah member kita kekuatan ketika ada orang
yang menyuap sehingga kita tetap teguh dalam menjalankan amanah.
[Khutbah
Kedua]
Ma’asyiral muslimin
rahimakumullah,
Pentingnya pejabat negeri ini meneladani
akhlak kepemimpinan dari para sahabat sudah jelas berdasarkan riwayat yang
telah dikemukakan. Tetapi Allah akan murka kepada orang yang hanya mengetahui
saja, namun tidak mau mengamalkan. Bekerja sebagai pejabat jangan hanya sekedar
mengharapkan gaji. Tetapi niatkan semua itu karena Allah. Mengemban amanah dari
Allah. Ingatlah bahwa uang yang dikelola itu adalah uang milik bersama, seluruh
rakyat Indonesia. Kita tidak boleh egois hanya memikirkan diri kita sendiri. Kita
boleh tolong menolong tetapi bukan dalam hal suap-menyuap.Allah Ta’ala
berfirman,
“Dan tolong-menolonglah
kalian dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan permusuhan.” (Al –Maidah: 2).
Lebih lanjut Allah berfirman,
“Dan tidak (dinamakan)
kehidupan dunia melainkan permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan
dan sesungguhnya negeri akhirat lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.
Mengapa kalian tak menggunakan akal?” (Al-An’am: 32).
Jamaah
Jum’at rahimakumullah,
Demikianlah kiranya
yang bisa kami sampaikan. Mudah-mudahan pejabat negeri ini bisa belajar anti
korupsi dari para sahabat. Kita jangan terlalu terpesona dengan kemewahan
persoalan duniawi. Karena persoalan duniawi itu akan ditinggalkan setelah mati.
Menjalankan amanah tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, kita
membutuhkan kerja keras, do’a, dan kesabaran kita atas kehendak dan takdir
Allah. Dengan kesabaran inilah Allah akan mengangkat derajat seseorang. Firman
Allah,
Dan
kami jadikan diantara mereka sebagai imam-imam dalam agama ketika mereka
bersabar. Dan mereka adalah orang-orang yang berkeyakinan dengan ayat-ayat
Kami.
(Qs.
As-Sajadah: 24).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar