CEREBRO
VASCULAR ACCIDENT
DENGAN
PENURUNAN KESADARAN
A. KONSEP DASAR
1.
Pengertian
Stroke/ Cerebro Vascular Accident (CVA)
merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan
oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000: 94)
atau merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural
yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari
seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).
Penyebab dari stroke adalah 1) trombosis, 2)
embolisme serebral (3/4 kasus stroke), dan 3) perdarahan baik intra serebral
maupunn subarachnoid (1/4 kasus stroke) (Hudak & Gallo, 1996: 254).
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi
awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu
bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya
sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain
dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma) (Lynda
Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO stroke adalah adanya defisit
neurologis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau
global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
(Hendro Susilo, 2000)
Kesadaran merupakan kemampuan individu
mengadakan hubungan dengan lingkungan serta dirinya sendiri (melalui panca
inderanya) dan mengadakan pembatasan (limitasi) terhadap lingkungan dan dirinya
sendiri (melalui perhatian). Bila kesadaran baik, maka akan terjadi orientasi
(waktu, tempat dan orang), pengertian yang baik serta pemakaian informasi yang
masuk secara efektif (melalui ingatan dan pertimbangan). (Maramis, 1994: 101).
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter
paling mendasar dan paling penting yang harus ditentukan dan dikaji untuk
menentukan status kerusakan pada sistem persyarafan khususnya pada kasus
stroke. Tingkat keterjagaan klien dan respon terhadap lingkungan adalah
indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persyarafan (Hudak &
Gallo, 1996: 160)
2.
Anatomi Fisiologi
a.
Otak
Berat otak manusia
sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak
terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri
dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing
hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik
primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis
yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik
yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik
untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak
di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap
tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum.
Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian
batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon
(otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk
jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air
liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius,
beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf
pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon
di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus.
Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting.
Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar
seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem
susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
b.
Sirkulasi darah otak
Otak
menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total tubuh
manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan
arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus
Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis
kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri
serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada
struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula
interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan
parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk
lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria
vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi
perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri
basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di
sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior.
Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi
medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri
serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena
dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang mengumpulkan
darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak
di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis,
dicurahkan menuju ke jantung. (Harsono, 2000)
Sirkulasi Willisi
adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal bersatu.
Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior,
kedua arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan
sirkulasi ini memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer
yang lain dan dari bagain anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang
memungkinkan sirkulasi kolateral jika satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak
& Gallo, 1996: 254)
3. Faktor Resiko Stroke
a.
Hypertensi, faktor resiko utama
b.
Penyakit kardiovaskuler
c.
Kadar hematokrit tinggi
d.
DM (peningkatan anterogenesis)
e.
Pemakaian kontrasepsi oral
f.
Penurunan
tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g.
Obesitas, perokok, alkoholisme
h.
Kadar esterogen yang tinggi
i.
Usia > 35 tahun
j.
Penyalahgunaan obat
k.
Gangguan aliran darah otak sepintas
l.
Hyperkolesterolemia
m.
Kelainan
pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
n.
Lansia
o.
Penyakit
paru menahun (asma bronkhial)
p.
Asam urat
(Brunner
& Suddarth, 2000: 94-95, Harsono, 1996:60-65)
4. Klasifikasi
a. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
a)
Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin
perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi
fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang
terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena
pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
(a)
Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa
yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral
yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah
Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).
(b)
Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan
ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini
berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini
dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat
berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
Tabel 1. Perbedaan
perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala
|
PIS
|
PSA
|
Timbulnya
Nyeri
Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda
rangsangan Meningeal.
Hemiparese
Gangguan saraf otak
|
Dalam 1 jam
Hebat
Menurun
Umum
+/-
++
+
|
1-2 menit
Sangat
hebat
Menurun
sementara
Sering
fokal
+++
+/-
+++
|
b)
Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)
Dapat berupa
iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. Kesadaran umummnya baik.
Tabel 2. Perbedaan antara CVA infark dan CVA
Bleeding sebagai berikut:
Gejala (anamnesa)
|
Infark
|
Perdarahan
|
Permulaan
(awitan)
Waktu (saat
“serangan”)
Peringatan
Nyeri
Kepala
Kejang
Muntah
Kesadaran
menurun
|
Sub
akut/kurang mendadak
Bangun
pagi/istirahat
+ 50% TIA
+/-
-
-
Kadang sedikit
|
Sangat
akut/mendadak
Sedang
aktifitas
-
+++
+
+
+++
|
Koma/kesadaran
menurun
Kaku kuduk
Kernig
pupil edema
Perdarahan
Retina
Bradikardia
Penyakit
lain
Pemeriksaan:
Darah pada
LP
X foto
Skedel
Angiografi
CT Scan
Opthalmoscope
Lumbal
pungsi
·
Tekanan
·
Warna
·
Eritrosit
Arteriografi
EEG
|
+/-
-
-
-
-
hari ke-4
Tanda adanya aterosklerosis di
retina, koroner, perifer. Emboli pada ke-lainan katub, fibrilasi, bising
karotis
-
+
Oklusi,
stenosis
Densitas
berkurang
(lesi
hypodensi)
Crossing phenomena
Silver wire art
Normal
Jernih
< 250/mm3
oklusi
di tengah
|
+++
++
+
+
+
sejak awal
Hampir selalu hypertensi,
aterosklerosis, HHD
+
Kemungkinan
pergeseran glandula pineal
Aneurisma.
AVM. massa intra hemisfer/ vaso-spasme.
Massa
intrakranial densitas bertambah.
(lesi
hyperdensi)
Perdarahan
retina atau corpus vitreum
Meningkat
Merah
>1000/mm3
ada shift
shift midline echo
|
Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran
Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam Rangka Dirgahayu PPNI XIX
b.
Menurut
perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a)
TIA (Trans Iskemik Attack):
Gangguan
neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam
saja. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b)
Stroke involusi:
Stroke yang terjadi masih terus berkembang
dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses
dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c)
Stroke komplit:
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap
atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh
serangan TIA berulang.
5.
Manifestasi
Klinis
Menurut
Hudak dan Gallo dalam bukunya Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik (1996:
258-260), terdapat manifestasi akibat stroke, yaitu:
a.
Defisit
Motorik
Y
Hemiparese, hemiplegia
Y Distria (kerusakan otot-otot bicara)
Y Disfagia (kerusakn otot-otot menelan)
b.
Defisit
Sensori
Y Defisit visual (jaras visual
terpotong sebagian besar pada hemisfer serebri)
·
Hemianopsia
homonimosa
(kehilangan pandangan pada setengah bidang
pandang sisi yang sama)
·
Diplopia (penglihatan ganda)
·
Penurunan ketajaman penglihatan
Y Tidak memberikan atau hilangnya respon
terhadap sensasi superficial
(sentuhan,
nyeri, tekanan, panas dan dingin)
Y
Tidak memberikan atau hilangnya respon terhadap
proprioresepsi
(pengetahuan tentang posisi bagian tubuh)
c.
Defisit Perseptual (Gangguan dalam
merasakan dengan tepat dan menginterpretasi diri dan/atau lingkungan)
Y
Disorientasi (waktu, tempat, orang)
Y Apraksia (kehilangan kmampuan menggunakan
obyek dengan tepat)
Y
Agnosia (ketidakmampuan mengidentifikasi
lingkungan melalui indera)
Y Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam
ruang
Y
Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial
obyek atau tempat
Y
Disorientasi kanan kiri
d.
Defisit
Bahasa/Komunikasi
Y
Afasia ekspresif
(kesulitan
mengubah suara menjadi pola-pola bicara yang dapat difahami)
Y
Afasia reseptif
(kerusakan
kelengkapan kata yang diucapkan - mampu untuk berbicara)
Y Afasia
global
(kombinasi
afasia ekspresif dan reseptif)
Tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat
Y
Aleksia
(ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
Y Agrafasia
(ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide dalam tulisan)
e.
Defisit
Intelektual
Y
Kehilangan memori
Y
Rentang perhatian singkat
Y
Peningkatan distraktibilitas (mudah buyar)
Y
Penilaian buruk
Y Ketidakmampuan mentransfer dari satu
situasi ke situasi yang lain
Y Ketidakmampuan untuk menghitung, memberi
alasan atau berpikir
f.
Disfungsi Aktivitas Mental dan Psikologis
Y
Labilitas
emosional (menunjukkan reaksi dengan mudah atau tidak tepat)
Y
Kehilangan
kontrol diri dan hambatan sosial
Y Penurunan
toleransi terhadap stres
Y Ketakutan,
permusuhan, frustasi, marah
Y Kekacauan
mental dan keputusasaan
Y Menarik
diri, isolasi
Y Depresi
g.
Gangguan Eliminasi (Kandung kemih dan
usus)
Y Lesi unilateral karena stroke
mengakibatkans sensasi dan kontrol partial kandung kemih, sehingga klien sering
mengalami berkemih, dorongan dan inkontinensia urine.
Y Jika lesi stroke ada pada batang otak,
maka akan terjadi kerusakan lateral yang mengakibatkan neuron motorik bagian
atas kandung kemih dengan kehilangan semua kontrol miksi
Y Kemungkinan untuk memulihkan fungsi normal
kandung kemih sangat baik
Y Kerusakan fungsi usus akibat dari
penurunan tingkat kesadaran, dehidrasi dan imobilitas
Y
Konstipasi dann pengerasan feses
h.
Gangguan Kesadaran
Kesadaran menurun adalah
keadaan dengan kemampuan persepsi, perhatian dan pemikiran yang berkurang
secara keseluruhan (secara kuantitatif), kemudian muncullah amnesia sebagian
atau total.
Beberapa tingkat dalam
menurunnya kesadaran yaitu:
a)
Apati
Mulai mengantuk,
acuh-tak acuh terhadap stimulus, untuk menarik perhatiannya diperlukan stimulus
yang sedikit lebih keras
b)
Somnolen
Sudah mengantuk, untuk
menarik perhatiannya dibutuhkan stimulus yang lebih keras
c)
Sopor
Ingatan, orientasi dan pertimbangan sudah hilang. Hanya berespon dengan
rangsangan yang keras
d)
Subkoma dan koma
Tidak ada respon
terhadap stimulus yang kuat/keras, pupil melebar, reflek muntah hilang.
(Maramis, 1996: 101)
Proses
patologis penyebab gangguan kesadaran :
a.
Keadaan
yang secara luas dan langsung menekan fungsi hemisfer serebri
(biasanya pada waktu bersamaan juga mengenai struktur batang otak)
b.Kelainan yang menekan atau merusak
substansia grisea
(diencepalon, mesenchepalon dan pons atas).
6.
Patofisiologi Infark Otak (Proses yang terjadi sesudah obstruksi vena dan
arteri)
Patofisiologi CVA karena Emboli/trombus dan perdarahan
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE
a.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah
klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan
perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a)
Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan
informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik,
psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status
ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya
hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a)
Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada
usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
(b)
Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach,
1999)
(c)
Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke
hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke infark tidak terlalu
mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula, tidak kejang
dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d)
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,
kegemukan. (Donna D. Ignativicius, 1995)
(e)
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi ataupun diabetes militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f)
Riwayat psikososial
Stroke memang
suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.(Harsono, 1996)
(g)
Pola-pola fungsi kesehatan
Y Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada
riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
Y Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi,
tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes,
2000: 291)
Y Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola
berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi
bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998
dan Doengoes, 2000: 290)
Y Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi,
mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot
(flaksid, spastis), paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Y Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien
mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
Y Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat
gangguan bicara.
Y Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
Y Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/ kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan
ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori
dan proses berpikir.
Y Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual
akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti
hipertensi, antagonis histamin.
Y Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Y Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya,
perasaan putus asa dengan tanda emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah,
sedih dan gembira, kesulian mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Y Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah
karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu
sisi tubuh. (Marilynn E. Doenges, 2000)
(h)
Pemeriksaan fisik
Y Keadaan umum
·
Kesadaran: umumnya mengelami
penurunan kesadaran
·
Suara bicara: kadang mengalami
gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
·
Tanda-tanda
vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
Y Pemeriksaan integumen
·
Kulit:
jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan
maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda
dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol karena
klien stroke hemoragik harus bed
rest 2-3 minggu
·
Kuku
: perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
·
Rambut : umumnya tidak ada
kelainan
Y Pemeriksaan kepala dan leher
·
Kepala : bentuk normocephalik
·
Muka : umumnya tidak simetris
yaitu mencong ke salah satu sisi
·
Leher
: kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Y Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang
didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,
pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan, adanya
hambatan jalan nafas. Merokok merupakan faktor resiko.
Y Pemeriksaan abdomen
Didapatkan
penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat
kembung.
Y Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia
atau retensio urine
Y Pemeriksaan ekstremitas
Sering
didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Y Pemeriksaan neurologi
·
Pemeriksaan nervus cranialis:
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Penglihatan
menurun, diplopia, gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau
parese wajah.
·
Pemeriksaan motorik: Hampir
selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan,
kesemutan, kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral, apraksia
·
Pemeriksaan sensorik: Dapat
terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang sensorik kontralteral.
·
Pemeriksaan refleks
·
Pada fase akut reflek
fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
·
Sinkop/pusing, sakitkepala,
gangguan status mental/tingkat kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti
penurunan memori, pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll
(Jusuf Misbach, 1999, Doengoes, 2000: 291)
2)
Pemeriksaan penunjang
a)
Pemeriksaan radiologi
(1)
CT scan: didapatkan hiperdens
fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi
Widjaja, 1993), edema, hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
(2)
MRI: untuk menunjukkan area
yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000: 292)
(3)
Angiografi serebral: untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
(Satyanegara, 1998) atau membantu menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik
seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur
(Doengoes, 2000: 292)
(4)
Pemeriksaan foto thorax: dapat
memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada
penderita
stroke. (Jusuf Misbach,
1999), menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas
(Doengoes, 2000: 292)
b)
Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998).
Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat
dan cairan yang mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau
intrakranial. Kadar protein
total meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan proses inflamasi
(Doengoes, 2000: 292)
(2)
Pemeriksaan darah rutin
(3)
Pemeriksaan kimia darah: pada
stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4)
Pemeriksaan darah lengkap:
unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)
b.
Prioritas Keperawatan
1.
Meningkatkan
perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2.
Mencegah/meminimalkan
komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen
3.
Membantu
pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4.
Memberikan
dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubaahan dalam konsep
diri pasien
5.
Memberikan
informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan kebutuhan
tindakan/rehabilitasi
c.
Tujuan Pemulangan
1.
Fungsi
serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat
diminimalkan/dapat didtabilkan
2.
Komplikasi dapat dicegah dan
diminimalkan
3.
Kebutuhan pasien sehari-hari
dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan yang minimal dari orang
lain
4.
Mampu melakukan koping dengan
cara yang positif, perencanaan untuk masa depan
5.
Proses
dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami
d.
Diagnosa keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan
merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang nyata ataupun potensial dan
membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah pasien dapat ditanggulangi
atau dikurangi. (Lismidar, 1990)
1)
Gangguan
perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2000)
2)
Gangguan mobilitas fisik
berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995)
3)
Gangguan persepsi sensori
berhubungan dengan penurunan sensori, penurunan penglihatan ( Donna D.
Ignativicius, 1995)
4)
Gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak (Donna D. Ignativicius, 1995)
5)
Gangguan eliminasi
alvi(konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan
kelemahan otot mengunyah dan menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang
berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi (Donna D. Ignativicius, 1995)
8) Resiko gangguan integritas kulit yang
berhubungan tirah baring lama (Barbara Engram, 1998)
9) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan
nafas yang berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall
Carpenito, 1998)
10) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri)
yang berhubungan dengan lesi pada upper motor neuron (Lynda Juall Carpenito,
1998)
2.Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa
keperawatan maka perlu dibuat perencanaan intervensi keperawatan dan aktivitas
keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan
mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan perencanaan keperawatan klien
adalah penentuan prioritas diagnosa keperawatan,penetuan tujuan, penetapan
kriteria hasil dan menntukan intervensi keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas
adalah :
a
Gangguan perfusi jaringan otak yang
berhubungan dengan perdarahan intra cerebral
1)
Tujuan :
Perfusi
jaringan otak dapat tercapai secara optimal
2)
Kriteria hasil :
-
Klien tidak gelisah
-
Tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual, kejang.
-
GCS 456
-
Pupil isokor, reflek cahaya (+)
-
Tanda-tanda vital normal(nadi :
60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
3)
Rencana tindakan
a)
Berikan
penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan TIK dan
akibatnya
b)
Anjurkan
kepada klien untuk bed rest totat
c)
Observasi
dan catat tanda-tanda vital dan kelain tekanan intrakranial tiap dua jam
d)
Berikan
posisi kepala lebib tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal tipis)
e)
Anjurkan
klien untuk menghindari batukdan mengejan berlebihan
f)
Ciptakan
lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g)
Kolaborasi
dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4)
Rasional
a)
Keluarga lebih berpartisipasi
dalam proses penyembuhan
b)
Untuk mencegah perdarahan ulang
c)
Mengetahui setiap perubahan
yang terjadi pada klien secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat
d)
Mengurangi
tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan memperbaiki sirkulasi
serebral
e)
Batuk
dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan potensial terjadi
perdarahan ulang
f)
Rangsangan
aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan
ketenagngan mingkin diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus
stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g)
Memperbaiki sel yang masih
viabel
b
Gangguan mobilitas fisik berhubungan
dengan hemiparese/hemiplegia
1)
Tujuan :
Klien mampu
melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya
2)
Kriteria hasil
-
Tidak terjadi kontraktur sendi
-
Bertabahnya kekuatan otot
-
Klien
menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
3)
Rencana tindakan
a)
Ubah posisi klien tiap 2 jam
b)
Ajarkan
klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit
c)
Lakukan
gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d)
Berikan
papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e)
Tinggikan kepala dan tangan
f)
Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi untuklatihan fisik klien
4)
Rasional
a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi
darah yang jelek pada daerah yang tertekan
b)
Gerakan
aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
jantung dan pernapasan
c)
Otot
volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakkan
c
Gangguan persepsi sensori baerhubungan dengan penurunan sensori penurunan penglihatan
1)
Tujuan :
Meningkatnya persepsi sensorik
secara optimal.
2)
Kriteria hasil :
-
Adanya perubahan kemampuan yang
nyata
-
Tidak terjadi disorientasi
waktu, tempat, orang
3)
Rencana tindakan
a)
Tentukan kondisi patologis
klien
b) Kaji gangguan penglihatan terhadap
perubahan persepsi
c) Latih klien untuk melihat suatu obyek
dengan telaten dan seksama
d)
Observasi respon perilaku
klien, seperti menangis, bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat
e) Berbicaralah dengan klien secara tenang
dan gunakan kalimat-kalimat pendek
4)
Rasional
a)
Untuk mengetahui tipe dan
lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan
b) Untuk mempelajari kendala yang berhubungan
dengan disorientasi klien
c) Agar klien tidak kebingungan dan lebih
konsentrasi
d)
Untuk mengetahui keadaan emosi
klien
e)
Untuk memfokuskan perhatian
klien, sehingga setiap masalah dapat dimengerti.
d
Gangguan komunikasi verbal yang
berhubungan dengan penurunan sirkulasi darah otak
1)
Tujuan
Proses komunikasi klien dapat berfungsi
secara optimal
2)
Kriteria hasil
-
Terciptanya suatu komunikasi
dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi
-
Klien mampu merespon setiap
berkomunikasi secara verbal maupun isarat
3)
Rencana tindakan
a)
Berikan
metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isarat
b)
Antisipasi
setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
c)
Bicaralah
dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau
“tidak”
d)
Anjurkan
kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
e)
Hargai kemampuan klien dalam
berkomunikasi
f)
Kolaborasi dengan fisioterapis
untuk latihan wicara
4)
Rasional
a)
Memenuhi kebutuhan komunikasi
sesuai dengan kemampuan klien
b)
Mencegah
rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain
c)
Mengurangi
kecemasan dan kebingungan pada saat komunikasi
d)
Mengurangi
isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif
e)
Memberi
semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi
f)
Melatih
klien belajar bicara secara mandiri dengan baik dan benar
e
Kurangnya perawatan diri berhubungan
dengan hemiparese/hemiplegi
1)
Tujuan
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2)
Kriteria hasil
-
Klien
dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
-
Klien
dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan sesuai
kebutuhan
3)
Rencana tindakan
a)
Tentukan
kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri
b)
Beri
motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan
sikap sungguh
c)
Hindari
melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
d)
Berikan
umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
e)
Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi/okupasi
4)
Rasional
a)
Membantu dalam
mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual
b)
Meningkatkan
harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c)
Klien
mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan
yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien
untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk emepertahankan harga
diri dan meningkatkan pemulihan
d)
Meningkatkan
perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara
kontinyu
e)
Memberikan
bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan
alat penyokong khusus
f
Resiko gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan
1)
Tujuan
Tidak terjadi
gangguan nutrisi
2)
Kriteria hasil
-
Berat badan dapat
dipertahankan/ditingkatkan
-
Hb dan albumin dalam batas
normal
3)
Rencana tindakan
a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah,
menelan dan reflek batuk
b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada
waktu, seama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka
mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah gagu jika
dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang
tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada
lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral
setengah cair, makan lunak ketika klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum
cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam
program latihan/kegiatan
i)
Kolaborasi
dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan melalui selang
4)
Rasional
a)
Untuk
menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b)
Untuk
klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c)
Membantu
dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d)
Memberikan
stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha untuk
menelan dan meningkatkan masukan
e)
Klien
dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya distraksi/gangguan dari
luar
f)
Makan
lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut, menurunkan
terjadinya aspirasi
g)
Menguatkan
otot fasial dan dan otot menelan dan merunkan resiko terjadinya tersedak
h)
Dapat
meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu makan
i)
Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika klien tidak mampu untuk
memasukkan segala sesuatu melalui mulut
g
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi)
berhubngan dengan imobilisasi, intake cairan yang tidak adekuat
1)
Tujuan
Klien tidak mengalami kopnstipasi
2)
Kriteria hasil
-
Klien
dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan obat
-
Konsistensifses lunak
-
Tidak
teraba masa pada kolon ( scibala )
-
Bising
usus normal ( 15-30 kali permenit )
3)
Rencana tindakan
a) Berikan penjelasan pada klien dan keluarga
tentang penyebab konstipasi
b)
Auskultasi bising usus
c) Anjurkan pada klien untuk makan maknanan
yang mengandung serat
d) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter
perhari) jika tidak ada kontraindikasi
e) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan
klien
f)
Kolaborasi dengan tim dokter
dalam pemberian pelunak feses (laxatif, suppositoria, enema)
4)
Rasional
a) Klien dan keluarga akan mengerti tentang
penyebab obstipasi
b) Bising usu menandakan sifat aktivitas
peristaltik
c) Diit seimbang tinggi kandungan serat
merangsang peristaltik dan eliminasi reguler
d)
Masukan cairan adekuat membantu
mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi
reguler
e)
Aktivitas
fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus oto abdomen dan
merangsang nafsu makan dan peristaltik
f)
Pelunak
feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses
dan membantu eliminasi
h
Resiko gangguan integritas kulit
berhubungan dengan tirah baring lama
1)
Tujuan
Klien
mampu mempertahankan keutuhan kulit
2)
Kriteria hasil
- Klien mau berpartisipasi terhadap
pencegahan luka
- Klien mengetahui penyebab dan cara
pencegahan luka
- Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
3)
Rencana tindakan
a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM
(range of motion) dan mobilisasi jika mungkin
b)
Rubah posisi tiap 2 jam
c)
Gunakan bantal air atau
pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang menonjol
d)
Lakukan massage pada daerah
yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada waktu berubah posisi
e)
Observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan
tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal
mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
4)
Rasional
a)
Meningkatkan aliran darah
kesemua daerah
b) Menghindari tekanan dan meningkatkan
aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada
daerah yang menonjol
d)
Menghindari kerusakan-kerusakan
kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan
jaringan
f)
Mempertahankan keutuhan kulit
i
Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
menurunnya refleks batuk dan menelan, imobilisasi
1)
Tujuan :
Jalan nafas tetap efektif.
2)
Kriteria hasil :
-
Klien tidak sesak nafas
-
Tidak terdapat ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan
-
Tidak retraksi otot bantu
pernafasan
-
Pernafasan
teratur, RR 16-20 x per menit
3)
Rencana tindakan :
a)
Berikan
penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat ketidakefektifan
jalan nafas
b)
Rubah posisi tiap 2 jam sekali
c)
Berikan
intake yang adekuat (2000 cc per hari)
d)
Observasi pola dan frekuensi
nafas
e)
Auskultasi suara nafas
f)
Lakukan fisioterapi nafas
sesuai dengan keadaan umum klien
4)
Rasional :
a)
Klien dan keluarga mau
berpartisipasi dalam mencegah terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
b)
Perubahan
posisi dapat melepaskan sekret darim saluran pernafasan
c)
Air
yang cukup dapat mengencerkan sekret
d)
Untuk
mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
e)
Untuk
mengetahui adanya kelainan suara nafas
f)
Agar
dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru
j
Gangguan eliminasi uri (incontinensia uri)
yang berhubungan dengan kehilangan tonus kandung kemih, kehilangan
kontrol sfingter, hilangnya isarat
berkemih.
1)
Tujuan :
Klien mampu mengontrol eliminasi
urinya
2)
Kriteria hasil :
-
Klien
akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
-
Tidak ada distensi bladder
3)
Rencana tindakan :
a)
Identifikasi
pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
b)
Ajarkan untuk membatasi masukan
cairan selama malam hari
c)
Ajarkan
teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan kutaneus dengan penepukan
suprapubik, manuver regangan anal)
d)
Bila
masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih pada jadwal yang
telah direncanakan
e)
Berikan
penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya 2000 cc per hari bila
tidak ada kontraindikasi)
4)
Rasional :
a)
Berkemih
yang sering dapat mengurangi dorongan dari distensi kandung kemih yang berlebih
b)
Pembatasan cairan pada malam
hari dapat membantu mencegah enuresis
c)
Untuk
melatih dan membantu pengosongan kandung kemih
d)
Kapasitas
kandung kemih mungkin tidak cukup untuk menampung volume urine sehingga
memerlukanuntuk lebih sering berkemih
e)
Hidrasi
optimal diperlukan untuk mencegah infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan asuhan keperawatan
ini merupakan realisasi dari rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada
klien.
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah
akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang di sengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat,
dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang
kesehatan, patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk
menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk
melakukan pengkajian ulang. (Lismidar, 1990)
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi
FKUI /RSCM, UCB Pharma Indonesia,
Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8,
EGC, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan, Diknakes, Jakarta.
Doenges, M.E.,
Moorhouse M.F.,Geissler A.C., 2000, Rencana
Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Engram, Barbara,
1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Hudak C.M., Gallo
B.M., 1996, Keperawatan Kritis,
Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.
Ignatavicius D.D., Bayne M.V., 1991, Medical Surgical Nursing, A Nursing Process
Approach, An HBJ International Edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Ignatavicius D.D., Workman M.L., Mishler
M.A., 1995, Medical Surgical Nursing, A
Nursing Process Approach, 2nd edition, W.B. Saunders Company, Philadelphia.
Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya,
Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf, FK Unair/RSUD
Dr. Soetomo, Surabaya.
Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek,
EGC, Jakarta.
Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Mardjono M.,
Sidharta P., 1981, Neurologi Klinis Dasar,
PT Dian Rakyat, Jakarta.
Price S.A., Wilson
L.M., 1995, Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II, EGC, Jakarta.
Rochani, Siti,
2000, Simposium Nasional Keperawatan
Perhimpunan Perawat Bedah Saraf Indonesia, Surabaya.
Satyanegara, 1998,
Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan
Baru Millenium III, Bangkalan.
Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit
Saraf, FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar