Tinta Emas Kelabu
Tinta Emas Kelabu
Ini adalah sebuah memori perjalanan hidupku dalam
suatu keluarga. Bagiku keluarga adalah segalanya. Tempat menaruh kesedihan dan
kebahagiaan. Ketika teman-teman menolakku dan mencampakkanku, keluarga selalu
menerimaku apa adanya. Ayah, ibu, dan kakakku. Mereka adalah emas kelabu
bagiku.
“Ayah, jika aku diberi kesempatan untuk memilih, aku tak akan memilih dirimu. Aku
akan memilih ayah yang menyayangiku dan menyayangi ibu. Teganya kau
menelantarkan kami. Membiarkan ibu menjai tulang punggung. Kau yangmenikmati
hasilnya. Hanya makan saja yang kau pikirkan. Menjual sawah, menjual sapi,
semua kasus hutang. Ibu yang harus menanggungnya. Aku tidak habis pikir….oh
ayahku. Aku tetap menyayangimu.”
“Ibu…aku tidak tahu harus berucap apa. Kau selalu
memberi harapan di saat aku menyerah. Mencarikan aku dan kakakku harapan.
Meskipun entah kapan harapan itu akan muncul. Aku tahu ibu, dalam setiap
senyummu sebenarnya adalah luka. Tapi engkau menahan tusukkan itu. Pasti sakit
sekali menjadi sosok ibu sepertimu. Kau menganggap aku dan kakak sebagai
kekuatanmu. Kau tak melihat kami sebagai beban. Padahal kami sering mengeluh
dengan apa yang kau berikan kepada kami….”
“Kak Lukman, ibu telah menyelesaikanmu kuliah D3
Akper. Sudah berbulan-bulan kau hanya tidur di rumah. Bangun tidur langsung
makan. Aku pikir kau tak jauh beda dengan ayah. Tidak punya semangat kerja.
Hanya pasrah pada keadaan. Sadarlah kak, kau adalah seorang lelaki yang kelak
harus mencarikan nafkah untuk keluargamu. Kalau keadaannya begini terus, kapan
kamu mau berubah? Ibu sangat mengharapkan kamu segera bekerja. Itung-itung bisa
mengurangi sedikit utang ayahmu.”
“Lihatlah kak! Ibu lebih menyayangimu daripada
diriku. Dia lebih mendahulukanmu daripada aku. Kau sudah mempunyai laptop,
motor, dan blackberry. Apa yang kurang dengan semua pemberian itu? Sedangkan
aku meminta motor tak juga dibelikan. Minta laptop harus menunggu
bertahun-tahun. Punya HP, itu pun aku harus menabung dulu berbulan-bulan. Kau
beruntung. Memang rasanya sakit sekali kalau seorang anak diperlakukan berbeda
seperti ini. “
Tak terasa, waktu terus berjalan. Hingga hampir 2 tahun bejalan. Hutang ayah belum juga
terlunasi. Kak Lukman tetap bangga saja menjadi pengangguran. Ibu tetap
semangat membiayaiku sekolah. Maafkan aku ibu, aku belum bisa mencari uang. Ibu
sendiri juga tidak mengizinkanku sekolah sambil kerja. Aku akan terus semangat,
meskipun emas berwarna kelabu, aku akan merubahnya menjadi warna keemasan yang
sesungguhnya. Mengembalikan kebahagiaan kita seperti di masa lampau. Aku sayang
kalian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar