Minggu, 01 April 2012

Tinta Emas Kelabu

Tinta Emas Kelabu

Ini adalah sebuah memori perjalanan hidupku dalam suatu keluarga. Bagiku keluarga adalah segalanya. Tempat menaruh kesedihan dan kebahagiaan. Ketika teman-teman menolakku dan mencampakkanku, keluarga selalu menerimaku apa adanya. Ayah, ibu, dan kakakku. Mereka adalah emas kelabu bagiku.

“Ayah, jika aku diberi kesempatan untuk  memilih, aku tak akan memilih dirimu. Aku akan memilih ayah yang menyayangiku dan menyayangi ibu. Teganya kau menelantarkan kami. Membiarkan ibu menjai tulang punggung. Kau yangmenikmati hasilnya. Hanya makan saja yang kau pikirkan. Menjual sawah, menjual sapi, semua kasus hutang. Ibu yang harus menanggungnya. Aku tidak habis pikir….oh ayahku. Aku tetap menyayangimu.”

“Ibu…aku tidak tahu harus berucap apa. Kau selalu memberi harapan di saat aku menyerah. Mencarikan aku dan kakakku harapan. Meskipun entah kapan harapan itu akan muncul. Aku tahu ibu, dalam setiap senyummu sebenarnya adalah luka. Tapi engkau menahan tusukkan itu. Pasti sakit sekali menjadi sosok ibu sepertimu. Kau menganggap aku dan kakak sebagai kekuatanmu. Kau tak melihat kami sebagai beban. Padahal kami sering mengeluh dengan apa yang kau berikan kepada kami….”

“Kak Lukman, ibu telah menyelesaikanmu kuliah D3 Akper. Sudah berbulan-bulan kau hanya tidur di rumah. Bangun tidur langsung makan. Aku pikir kau tak jauh beda dengan ayah. Tidak punya semangat kerja. Hanya pasrah pada keadaan. Sadarlah kak, kau adalah seorang lelaki yang kelak harus mencarikan nafkah untuk keluargamu. Kalau keadaannya begini terus, kapan kamu mau berubah? Ibu sangat mengharapkan kamu segera bekerja. Itung-itung bisa mengurangi sedikit utang ayahmu.”

“Lihatlah kak! Ibu lebih menyayangimu daripada diriku. Dia lebih mendahulukanmu daripada aku. Kau sudah mempunyai laptop, motor, dan blackberry. Apa yang kurang dengan semua pemberian itu? Sedangkan aku meminta motor tak juga dibelikan. Minta laptop harus menunggu bertahun-tahun. Punya HP, itu pun aku harus menabung dulu berbulan-bulan. Kau beruntung. Memang rasanya sakit sekali kalau seorang anak diperlakukan berbeda seperti ini. “

Tak terasa, waktu terus berjalan. Hingga hampir  2 tahun bejalan. Hutang ayah belum juga terlunasi. Kak Lukman tetap bangga saja menjadi pengangguran. Ibu tetap semangat membiayaiku sekolah. Maafkan aku ibu, aku belum bisa mencari uang. Ibu sendiri juga tidak mengizinkanku sekolah sambil kerja. Aku akan terus semangat, meskipun emas berwarna kelabu, aku akan merubahnya menjadi warna keemasan yang sesungguhnya. Mengembalikan kebahagiaan kita seperti di masa lampau. Aku sayang kalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar